Senin, 25 Mei 2015

Bersamamu Kawan




“kriyek-kriyek...” Suara ayuhan sepedaku terasa mengalun merdu diantara keheningan jalan malam ini. Sambil bersiul dan bernyanyi-nyanyi pelan, ku kayuh terus sepeda gunungku ini membelah hembusan angin malam yang lembut membelai rambutku. Baru saja aku pulang dari rumah Aff, seorang teman laki-laki ku yang kata mamaku dia sangatlah cocok berteman denganku. Entah apa makna ‘cocok’ itu sendiri, akupun tidak terlalu memikirkannya.

“Selamat malam Non,”suara yang terdengar khas itu menyapaku.
Ya suara Pak Mahmud, satpam rumah ini. Akupun menjawab sapaannya dan langsung saja aku masuk karena aku tidak mau berlama-lamaan diluar sana. Setelah sepedaku masuk kedalam garasi dengan sempurna, akupun mulai membuka pintu pemisah garasi ini dengan ruang keluarga. Aku memang sengaja lewat sini karena aku yakin semua pintu di rumah pasti sudah dikunci. Namun, tadi sore, aku sudah berpesan kepada Bi Inah agar tidak mengunci satu pintu favoritku ini ketika aku sudah pulang terlalu malam. 

Perlahan-lahan aku buka pintu dengan hati-hati, mataku harus jeli dan terus mengawasi ke dalam rumah, takut kalau tiba-tiba ada orang yang mengagetkanku. Namun sepertinya papa sudah pulang dari tadi, sehingga mama sudah mematikan lampu ruangan ini.

“Yes, nggak ada mama, hehehe”, teriakku dalam hati karena merasa telah berhasil mengelabui mama untuk kesekian kalinya.
Jadi dengan berani kulangkahkan kakiku memasuki rumah. Namun ketika aku berbalik badan setelah menutup pintu, tiba-tiba ada sosok putih yang menghadangku dan sosok itu bergerak-gerak. 

“Aaaaah tidaaak, apa itu? Mamaaa, ada hantuuu..” teriaku sambil menyelonong dan berlari menuju saklar untuk menghidupkan lampu.
“Hahaha, ternyata anak mama takut sama hantu juga ya, katanya pemberani, masa sama hantu jadi-jadian aja takut.” Ucap mama sambil tertawa dan berjalan memelukku.
“Yah mama, bagaimanapun jug aku ini kan masih anak SMP yang kata mama kadang masih ingusan”, ucapku kesal sembari memasang muka manyun.
“ Oh ya Al ,bukannya besok ada acara observasi ke Gunung Situmara? Udah disiapin belum barang-barang yang harus dibawa?” tanya mama padaku.
“Iya ma, Al juga inget kok, tapi bingung nih mau nyiapin apa, soalnya kata Aff nggak usah bawa apa-apa. Mungkin Cuma sweeter sama celana doang udah.” Ucapku polos seolah-olah Aff memang pantas ditiru.

“Aline sayang, Aff itu kan anak laki-laki, ya beda lah sama kamu. Jangan sampai ngikut dia lah kalau soal begituan.” Ucap mama halus sambil mengantarkanku ke kamar.
“Ya sudah ntar aja ma, kayaknya Aline capek banget nih, mau istirahat dulu. Mama anterin sama sini aja ya, kan Al udah gede.” Kataku manis kepada mama.
“Beneran ntar abis tidur bakalan disiapin sendiri?’ tanya mama memasang tampang curiga.
“Iya mama, lihat aja ntar. Udah ya ma, met malem mama. Al sayaaaang banget sama mama, mmuuuaaacch.” Kukecup kening mama kemudian kumelangkah menuju kamar tersayangku.

    Setelah sampai di kamar, kemudian kubersihkan tubuhku dan bersiap-siap untuk terjun ke pulau empuk unruk menuju ke alam mimipi terindah malam ini. Akupun tiba-tiba tersenyum ketika wajah Aff tiba-tiba muncul begitu saja. Wajah konyol sahabatku, walaupun konyol, namun wajah itu menyimpan sejuta kejeniusan yang tinggi.
***
“Neng Al, bangun atuh neng. Nyonya udah nunnggu di meja makan ya.”, seru bi Inah sambil mengetuk-ngetuk pintu kamarku yang bergambar sailor moon itu.
“Iya bi, udah bangun kok. Tunggu lima belas menit lagi ya.” Kataku malas seraya berjalan gontai menuju kamar mandi dan mandi secepat kilat.

    Setelah kurasa seragam ini terlihat melekat rapi ditubuhku, langsung saja aku menyambar sebuah tas biru besar yang ada di meja belajarku. Tas biru besar? Kenapa ada tas ini tiba-tiba? Entahlah, yang penting sekarang aku harus cepat-cepat ke sekolah karena aku sudah punya firasat bahwa Aff telah menungguku.

“Al, kamu nggak sarapan dulu?” tanya mama tanpa memandangku.
Sepertinya mama sedang sibuk dengan sesuatu karena tangannya cekatan -mindahkan sesuatu, celemeknya pu terlihat lebih kotor dari biasanya.
    “Kayaknya Al nggak usah sarapan deh ma, soalnya takut telat nih.” Ucapku sambil memakai sepatu dan mengaitkan talinya.
    “Pasti mau bilang gitu, udah bisa mama tebak. Makannya nih udah mama bikinin nasi goreng omelet spesial buat kamu.” Kata mama sambil menyodorkan sebuah kotak makan yang masih terasa hangat luarnya.
    “Wah mama tau aja deh, makasih mama. Kalo gini kan ntar Al nggak bakal kelaperan, hehehe.” Kataku riang seraya berpamitan kepada mama.
    “Kalau begitu Al pergi dulu ya ma. Dadah mama.” Kataku sambil berlari-;ari kecil menuju halaman depan.

    Ternyata pak Ucup sudah menunnguku disana. Tanpa basa-basi akupun langsung masuk ke mobil, dan berharap aku tidak akan ketinggalan bus menuju Gumung Situmara nanti. Sepanjang perjalanan aku agak resah karena jarak rumah ke sekolah memang agak jauh. Namun sepertinya Pak Ucup mengerti apa yang sedang aku pikirkan. Dengan gesit beliau membawaku dan mengantarkanku sampai ke depan gerbang sekolah lebih cepat beberapa menit dibanding biasannya.

    Setelah turun langsung saja aku berlari menuju halaman sekolah. Walaupun nasibku hari ini kurang baik karena semua anak sudah berbaris rapi dan semua mata seolah sedang mengamatiku yang sedang berlari terengah-engah menuju barisan itu,aku sendiri kurang yakin bagaimana keadaan rambutku sekarang. namun dibalik semua itu,setidaknya aku bisa lolos gerbang sekolah dengan selamat dan mulus tanpa hambatan apapun. Tak ada satpam gendut berkumis itu yang biasanya selalu ada disana. 

    Keringat segera mengucur dari pori-pori kulitku. Walaupun masih pagi, namun lari dari gerbang menuju halaman ini sedikit telah membuatku lelah dan gerah. Kupandangi kerumunan siswa ini, kucari-cari dimana Aff berada. Dan seketika mataku menangkap sebuah hoodie berbulu abu-abu diantara sela-sela kepala-kepala yang resah menunggu pengumuman dari pengeras suara. Yap, itu dia. Teriakku dalam hati. Aku yakin itu pati Aff karena kemanapun ada acara sekolah, ia selalu saja memakai hoodie jacket yang sudah agak kusam itu.

    “Hoy Aff”, seruku seraya menepuk pundak kanannya. Tak lupa juga aku memasang muka tanpa dosa dan cengiran polos.
    “ Yaah Al, kenapa baru datang? Jangan-jangan belum mandi lagi.” Selidik Aff seolah-olah mukaku memang pantas dikatai seperti itu.
    “Yah sorry. Tapi yang pasti ya udah mandi lah.” Jawabku kesal
Anak ini memang suka sekali kalau soal membuatku jengkel ataupun marah. Namun tak jarang juga setelah itu dia mentraktirku makan di kantin.
    “Cek cek, dicoba” suara di pengeras suara mulai menggema.
    “Perhatian semuanya, selamat pagi anak-anak. Seperti yang kita ketahui, pagi ini sekolah kita akan melakukan perjalanan ke Gunung Situmara dalam rangka observasi alam. Jadi untuk semua siswa kelas dealapan diharapkan memeriksa semua barangnya kembali dan setelah itu diharapkan segera berbaris untuk masuk ke bus. Terima kasih.” Suara cempreng Bu Sara terdengar memenuhi lapangan sekolah ini.

    Tanpa berkata apapun, semua siswa segera menaati instruksi yang telah diumumkan tadi. Begitu juga aku dan Aff. Karena kami satu kelompok, jadi selalu saja ia berada disampingku, seakan menjadi guide ku hari ini. Setelah masuk ke dalam bus, semua siswa pun mulai riuh, terdengar suara celotehan dimana-mana, seakan-akan bis ini menjadi markas para teroris yang sedang menyusun rencana. Namun aku hanya diam saja ditempat setelah berhasil menemukan bangkuku bersama Aff.

    “Yeah, akhirnya duduk juga.”, ucap Aff seraya menghempaskan punggungnya di bangku sebelahku.
    “Al kok kamu diem aja, mukanya asem gitu lagi. Harusnya kamu tuh bersyukur nih udah bisa duduk. Aku aja yang udah berdiri sejam yang lalu aja nggak semuram kamu. Ada apa sih?” selidik Aff sambil mengunyah chitato yang entah kapan snack itu sudah terbuka rapi di tangannya.
    “Ah tau ah, lagi pengen diem aja. ” Jawabku datar tanpa melihat ke arahnya.
    Namun seperti yang sudah kuduga, selama perjalanan yang kurang lebih hampir dua jam, anak ini tak henti-hentinya menceritakan eksperimen-eksperimen terbarunya dan semua pengaruh yang akan ada di masa depan karena teori buatannya. Akupun hanya mendengarkannya malas, dan kadang hanya membalasnya dengan cengiran terpaksa.
    “Al kamu tau nggak, kalo kita itu jarang tersenyum atau tertawa itu bisa bikin kita lebih cepet tua loh,” Aff berkata dengan nada seakan mukaku memang sudah nampak sepuluh tahun lebih tua dari umurku.  

    Tanpa aku menjawab pun, Aff langsung saja berceloteh tentang semua manfaat tertawa bagi kesehatan dan kecantikan. Oke, mungkin dia akan lebih cocok menjadi spesialis kecantikan nantinya.

    Akhirnya setelah kurang lebih dua jam perjalanan yang menyenangkan namun agak absurd karena Aff, kami pun sampai di kaki Gunung Situmara. Sebuah gunung dengan tinggi kira-kira 1.817 m diatas permukaan air laut. Namun kata Bu Sara, penduduk sekitar biasa menyebutnya dengan bukit Samara.

    “Anak-anak mohon perhatiannya, kita sekarang sudah berada di kaki Gunung Situmara. Mohon sebelum turun, anggota kelompok saling mengecek bawaanya. Jangan sampai ada yang ketinggalan. Setelah turun dari bus kalian langsung saja berbaris dan menunggu perintah selanjutnya. Mengerti?” tanya Bu Sara ramah.

    Anak anak pun segera menjawab dan berterima ksih kepada Bu Sara dan segera turun satu persatu dari bus. Udara di Gunung ini sangat sejuk walaupun matahari sudah sepenggalah lebih tingginya, namun karena adanya vegetasi yang rimbun disini menjadikan udara disekitar sini selalu asri dan sejuk. Inilah hal yang paling aku sukai dari sebuah gunung.
    “Hai Al, ngapain kamu disitu? Ayo kita mulai petualangan kita. Nih petanya.” Ucap Aff seraya menyodorkan gulungan kertas berukuran A3 kepadaku.
    “Peta apaan nih?” tanyaku bingung karena banyaknya simbol yang ada di peta ini.
    “Iya itu peta jalur yang akan kita lewati nanti. Semua anak diharuskan berjelajah dahulu. Dan kita diberi waktu dua jam untuk bisa mencapai tempat observasi nantinya.”  Aff menjelaskannya dengan bersemangat.
    “Ya sudah tunggu apa lagi? Ayo Al,” seketika Aff menggamit lenganku dan menarik ku dengan setengah berlari.
    “Bentar Aff bentar, jalan santai aja kenapa? Kalau terlalu cepat ntar juga cepat lelah tau.” Protesku karena aku mulai takut dengan topografi lereng gunung ini.
“Iya deh iya. Tapi aku punya ambisi untuk jadi nomor satu Al, soalnya yang tercepat bakalan dapat doorprize. Ucapnya sambil memperlaambat langkahnya.

Aku pun hanya diam, dan kami sudah sibuk dengan pikiran masing-masing. selang beberapa waktu tiba-tiba ada sesuatu yang mengalihkan arah pikiran dan imajinasiku. Sesuatu yang membuatku tercengang.

“Al, Al.... Aline” teriakan Aff mengagetkan lamunanku.
Ia tepat teriak di telinga yang nyaris membuat gendang telingaku hampir retak.
    “Haa, aduh Aff maaf ya.” Ucapku sambil mengusap telinga.
    “Emang kamu lagi ngeliatin apa sih? Sampai serius banget gitu?” tanya Aff.
Namun aku tak menghiraukannya, . dan tanpa jawaban pun anak itu langsung mengikuti arah pandangku. karena tak mau kehilangan momen indah ini, aku pun langsung mengeluarkan kamera digitalku dari dalam tas.
    “Wah keren banget,” ucap Aff dengan suara lirih.

Selama beberapa menit, kami tenggelam dalam dalam pemandangan alam yang menakjubkan ini. Sebuah air terjun yang dikelilingi rimbunan semak  dan perdu yang berwarna-warni. Ditambah lagi dengan adanya pelangi pagi yang membentuk busur indah tepat di depan air terjun itu. Memang tak mengherankan jika Gunung Situmara ini biasa dijadikan objek observasi. Selain menyimpan flora dan fauna yang beragam, pemandangannya pun tak kalah menarik.

Setelah cukup puas mengabadikan air terjun itu, aku pun mengajak Aff untuk melanjutkan perjalanan.
“Aff kita lanjutin lagi yuk, waktunya tinggal  dua jam lagi nih.” Ucapku pada Aff sambilmelihat jam tangan yang melingkar di pergelanganku.
“Tenang saja Al, kita bakalan tetep jadi yang pertama kok. Kan ada aku.” Seru Aff bersemangat sambil berlari membelah semak belukar yang ada di depannya.

Kami pun melanjutkan perjalanan kembali yang kira-kira masih sekitar lima ratus meter lagi untuk sampai di tempat tujuan. Semakin dalam kami membelah hutan ini, semakin banyak juga keindahan yang disuguhkan alam kepada kami. Banyak sekali tetumbuhan yang masih menjulang tinggi di hutan sini. Semak dan perdu tumbuh dengan riang. Kicauan burung pun tak mau kalah mengiringi perjalanan kami. Bahkan beberapa burung pun berani terbang rendah menyapa kami. Aff juga tak henti-hentinya mengoceh dan menerangkan kepadaku  tentang manfaat tumbuhan ini tumbuhan itu.

“Iya Aff, aku juga tahu. Ntar dicari di internet juga pasti ada kan? Nggak usah kamu terangin panjang begitu.” Protesku saat Aff mengagtkanku dikala aku sedang berkonsentrasi mengambil gambar burung parkit yang cantik itu.
“Eh tapi bener loh tanaman itu bisa nyembuhin jerawat.” Ucap Aff sambil melanjutkan langkahnya.
Tak terasa, kami sudah hampir mencapai tempat observasi.  Ternyata benar kata Aff, jika kita melakukan sesuatu dengan senag hati, maka tak terasa hal tersebut akan selesai dengan cepat.
“Al, coba deh lihat itu.” Seru Aff sambil menunjuk ke arah timur.
“Wah, bagus banget bunganya. Kesana yuk bentar” ajakku sambil mencoba melongos pergi.
Namun belum sempat aku melangkah pergi, Aff sudah menggamit lenganku.
“Mau kemana?” tanya Aff dengan mata tajam.
“Kita sudah hampir mencapai garis finish Al, seratus meter lagi. emang kamu mau kita ketinggalan. Ayolah terusin aja.” Ucap Aff menggebu-gebu.

Dan lagi-lagi tanpa jawaban dariku, anak ini sudah menarikku pergi. Aku pun hanya bisa diam dan menoleh ke arah hamparan bunga rumput yang berwarna-warni itu dengan harapan semoga suatu saat nanti aku bisa kembali kesini lagi untuk menyempatkan memotret bunga cantik itu.


Namun ternyata aku cukup tak menyesal juga telah menuruti perintah Aff untuk melanjutkan perjalanan kami. Kelelahan kami pun seakan sirna setelah kami kembali disuguhi pemandangan yang lebih menakjubkan dari sebelumnya. Dan inilah akhir dari petualangan kami. Akhirnya kami mencapai tempat observasi yang ditentukan dengan disambut senyuman hangat dari para guru dan pembimbing. 

“Affreza, Aline selamat datang di tempat Observasi Kalarasan.” Seru Bu Sara setelah melihat kami menyibak semak terakhir yang ada di depan kami sebagai garis finish sekaligus pintu masuk Observasi Kalarasan.
Dan benar saja. Kami menjadi tim pertama yang mencapai tempat ini. Aff pun berteriak kegirangan dan tak henti-hentinya menyebut-nyebut namaku sebagai ucapan terima kasihnya.
“Makasih ya Al, udah jadi teman petualanganku hari ini. Mungkin hanya bersamamu kawan, aku mampu dan sanggup melewati berbagai rintangan untuk mencapai kemenangan ini” Ucap Aff seraya tersenyum kearahku. 

Aku pun hanya balas tersenyum sebelum akhirnya duduk di tepian danau untuk melepas lelah. Akhirnya aku bisa membuat temanku yang satu ini berteriak senang dan menerima apa yang dia inginkan. Terima kasih juga Aff, kau sudah memberiku pelajaran yang sangat berharga hari ini, yang pastinya aku tidak akan mampu melupakannya sampai kapanpun.
Copyright @ Rodhiyah N. Zulaikhoh
17/09/98

Tidak ada komentar: